Alhamdulillah Alloh masih mengijinkan dua mbah putri Saya masih hidup sampai hari ini.
Sebaliknya, kali ini Saya akan menceritakan tentang mbah Saya yang sudah 'pulang'. Ibu Saya memiliki dua Bapak, yaitu Mbah Ndut dan Mbah Jawa.
Mbah Ndut
Atau biasa kami, cucunya, panggil Mbah Marto sudah berpulang 11 November 2017 lalu. Saat itu Saya belum menjenguknya ketika Mbah sadar. Padahal Ibu sudah bilang kalau mbah panggil nama Laras. Saya menjenguknya di hari ketika beliau berpulang. Hari itu Saya masuk ke dalam ruang ICU dan melihat mbah dengan segala kabel yang menempel pada tubuhnya. Cahaya pada monitornya berkedip-kedip sambil mengeluarkan suara yang teratur bip bip bip bip. Suasana sudah tegang, Om Santo, anak laki mbah sudah membaca ayat alqur'an sambil menahan tangis. Saya bilang 'lailahailallah' di dekat mbah tapi dilarang oleh adik mbah. "Jangan (lailahailallah) " lalu beliau berucap "Alloh" ke telinga mbah Saya. Lalu adik mbah tersebut menyuruh Saya memanggil suaminya yang menunggu di luar untuk memimpin do'a. Saya keluar memanggil dan kembali, suami Saya mengikuti Saya dibelakang, Ketika kembali Saya sudah mendapati saudara Saya menangis sambil mengelengkan kepalanya, mulutnya terlihat bergerak tanpa suara "udah nggak ada". Om Santo menelpon seseorang di seberang telpon juga bilang "Bapak udah nggak ada". Saya masuk ruangan dan Bule Opi memeluk Saya sambil menangis. Saya dan suami Saya terpatung di depan mbah tanpa sepatah kata. Suami Saya malah melihatnya saat sudah tak ada.
Mbah Jawa.
Bamas, Ibu memanggilnya. Mbah tinggal di Jawa, dulu ke rumah Kami hanya beberapa kali dalam setahun. Saat Kami masih kecil, mbah suka memainkan harmonika dan memberikan kami pertanyaan matematika. Saya dan adik Saya akan berebut menjawab siapa yang paling cepat dan Kami akan dihadiahkan tomat, bukan dong tapi beng-beng coklat. Itulah mungkin kenapa kita berdua pinter matematika (yaduu sok pinter gitu).
Mbah-pun akhirnya tinggal bersama Kami dan hanya pulang ke Jawa kalau hari Raya. Saya lupa ini mulai tahun berapa. Yang pasti itu menghapus teriakan Kami saat setiap mbah datang "mbah Jawa dateng". Karena kedatangannya tidak se spesial dulu yang hanya datang sebentar sebentar. Waktu berjalan mbah sakit, ada beberapa episode mbah harus kesana kemari untuk pengobatan bersama Ibu dan akhirnya mbah Jawa tinggal bersama kami di Jakarta.
Di akhir Oktober pada hari Kamis, pagi-pagi Ibu menelpon menceritakan ini itu yang intinya Mbah Jawa dibawa ke RS. Malam berikutnya nya dikabarkan harus masuk ICU.
Karena takut terulang tidak sempat menjenguk seperti mbah Ndut sebelumnya, Saya memutuskan untuk menjenguknya hari Ahad. Sedangkan suami Saya mengejar deadline pekerjaan yang membuatnya tak bisa menemani Saya.
Saat Saya datang mbah sadar, matanya terbuka sedikit, Ibu bicara bahasa Jawa ini itu yang intinya ini Laras jengukin. Saya memegang tangan mbah yang dingin. Saya elus dahinya yang terasa hangat. Ibu bilang kalau nanti Desember akan ada yang nikah di Jawa. Sambil bilang mbah yg sabar ini lagi diobatin biar nanti sembuh dan bisa ke Jawa bareng. Mbah terlihat batuk-batuk, merespon sepertinya ingin menangis. Air matanya keluar. Mungkin sedih.
Rabu malam Ibu sampaikan bahwa kondisi mbah drop. Dan Kamis pagi Ibu sampaikan keluarga disuruh kumpul. Saya yang jauh, hanya mengamati lewat WA. Tidak ada pemberitahuan mbah meninggal di WA. Ibu hanya bilang tolong rumah diberes-beresin. Saya melihat WA tersebut setelah pergi beli bubur untuk sarapan Mu'adz. Saya tetap menyuapi Mu'adz sarapan. Saya bingung mengabarkan ke Suami Saya yang tidur. Selesai Mu'adz sarapan, Saya memutuskan untuk beres-beres dan bersiap ke Kemayoran baru nanti membangunkan suami Saya. Saya merapihkan dapur, tetiba Saya sedih, Saya panggil suami Saya. Tidak bangun juga. Saya lanjut cuci piring, tangis Saya pecah, Saya nyalakan keran dan menangis sejadi-jadinya. Kenangan kenangan bersama Mbah Jawa yang teringat ketika Saya beberes. Saya matikan keran, suara tangis Saya masih terdengar. Suami Saya akhirnya bangun dan bertanya kenapa Bun? Mbah ndak ada, sambil menahan tangis, tapi tetap beberes. Suami Saya seperti bingung harus gimana. Dia malah bilang ke Mu'adz "Ibun nangis dek" kalo inget kesel manjah gimana gitu. Mbok ya dipeluk gitu istrinya lagi sedih bener begitu. KHAN, malah curhat.
Qodarulloh wa maa syafaal mbah berpulang. Akhirnya hari itu Kami ke Jawa bareng. Mengantar mbah 'pulang' .
Moga Alloh terima amal Ibadah mbah, mengampuni dosa-dosanya. Melapangkan kuburnya.
Komentar
Posting Komentar