Bukan Saya (anaknya) yang hebat.
kalau kamu mendengar Ibu Saya bilang Saya, sebagai anaknya, belum pernah mengecewakannya, bukan Saya yang hebat.
Kamu tahu kenapa orang bisa kecewa ?
Iya, karena berharap.
Iya, karena berharap.
Ibu (ku), adalah wanita yang tak pernah muluk muluk dalam berharap.
Merasa cukup dan bersyukur atas apa yang sudah anaknya capai. Jadi ketika kamu dengar Ibu (ku) bilang Saya tidak pernah mengecewakannya. sekali lagi, Bukan Saya yang hebat.
Merasa cukup dan bersyukur atas apa yang sudah anaknya capai. Jadi ketika kamu dengar Ibu (ku) bilang Saya tidak pernah mengecewakannya. sekali lagi, Bukan Saya yang hebat.
Ibulah yang hebat. Ibu yang selalu bersyukur.
Padahal bisa saja kenyataannya sebaliknya.
Saya anak yang buruk. Sulung yang buruk.
Saya anak yang buruk. Sulung yang buruk.
Ibu selalu bersyukur atas hal hal sederhana yang anaknya lakukan. Mau dari segi manapun, dia selalu membandingkan dengan yang lebih buruk dari keadaan yang dia hadapi.
Dulu, ketika Ibu jadi anak-anak, Ibu tak pernah dapat kasih sayang Ibu(nya Ibu) yang cukup, tau apa yang kami dapat ? Iya, kami tumbuh jadi anak yang tak sering dimarahi karena malas mencuci, menggosok, dan pekerjaan rumah lainnya¹. Bagi Ibu, biarlah kami belajar saja. Karena dulu, Ibu harus bekerja susah payah untuk sesuatu.
Padahal, harusnya Ibu kecewa pada kami dalam urusan ini, tapi tidak bagi Ibu kami. Salah ? Tak tahulah. Alasan Ibu hanya tak ingin anaknya sekarang se 'menderita' ibunya dahulu.
Awal Saya mengajar, di tempat yang jauh dari <s>Bumi</s> rumah, Dan saat semua orang protes kenapa Saya mengajar di sana. Ibu tak pernah protes, Ibu hanya bertanya , Laras capek ndak ? Gimana Di sana?
Saat gaji pertama, seorang anak lulusan S1 yang biasanya besar seperti yang dibanggakan wakil orang tua di acara wisuda Saya. Dan pada pada waktu itu, gaji saya jauh sekali dari kata bisa dibanggakan. Ibu Saya menerimanya sambil tersenyum dan bilang "alhamdulillah".
Padahal, banyak orang tua yang kecewa dan mengritisi pekerjaan anaknya. Dan (biasanya) membuat anaknya stress. Tapi tidak pada Ibu Saya.
Padahal, banyak orang tua yang kecewa dan mengritisi pekerjaan anaknya. Dan (biasanya) membuat anaknya stress. Tapi tidak pada Ibu Saya.
Jadi, Sebenarnya banyak alasan yang bisa membuat Ibu Saya kecewa. Tapi, Ibu Saya memilih bersyukur. Mungkin.
Itulah salah satu sumber kebahagiaan Saya.
Ketika Saya tahu, bahwa Saya mungkin tidak sehebat S1 yang lain atau Anak sulung yang lain. tapi, memiliki Ibu yang tak pernah kecewa adalah sangat menenangkan.
Ketika Saya tahu, bahwa Saya mungkin tidak sehebat S1 yang lain atau Anak sulung yang lain. tapi, memiliki Ibu yang tak pernah kecewa adalah sangat menenangkan.
Ada hal yang membuat Saya selalu ingin menangis mengingatnya.
Suatu pagi, ketika Saya mau berangkat mengajar.
" Ras tau gak, dulu Bapak kepingin anak pertamanya laki biar bisa didik adik²nya"
"Iya bu ? Terus? "
" iya ... kan perempuan, ternyata Laras juga bisa kan didik adik²nya... berarti kepinginan Bapak tercapai"
Sambil senyum bangga gitu.
Suatu pagi, ketika Saya mau berangkat mengajar.
" Ras tau gak, dulu Bapak kepingin anak pertamanya laki biar bisa didik adik²nya"
"Iya bu ? Terus? "
" iya ... kan perempuan, ternyata Laras juga bisa kan didik adik²nya... berarti kepinginan Bapak tercapai"
Sambil senyum bangga gitu.
(Padahal Sayanya dah mau nangis)
¹ itu dulu, sekarang udah jago nyuci, gosok sendiri kok. Gamau diremehin gitu.
"Tulisan ini disertakan dalam kegiatan Nulis Bareng Ibu. Tulisan lainnya dapat diakses di websitehttp://nulisbarengibu.com”
"Tulisan ini disertakan dalam kegiatan Nulis Bareng Ibu. Tulisan lainnya dapat diakses di websitehttp://nulisbarengibu.com”
Komentar
Posting Komentar